Pascasarjana Institut Agama Islam (IAI) Pangeran Diponegoro Nganjuk mengadakan seminar nasional dengan tema “Pengembangan Ekonomi Kerakyatan dan Pendidikan Anti Korupsi di Era Bangking 4.0”, Minggu (29/12/2019).
Tema kali ini dimaksudkan untuk membekali mahasiswa tentang Pengembangan Ekonomi Kerakyatan dan Pendidikan Anti Korupsi di tanah air. Sehingga para generasi bangsa mampu membaca situasi terkini. Selain itu juga sebagai bekal agar para mahasiswa terhindar dari kejahatan sosial tersebut.
Tak tanggung-tanggung, panitia menghadirkan akademisi yang masuk sepuluh besar calon pimpinan (Capim) KPK yaitu Dr. Luthfi Jayadi Kurniawan. Sosok dosen Universitas Muhammadiyah Malang tersebut memang aktif dan selalu terlibat dalam aksi-aksi kontra korupsi. Maka tak heran jika dirinya masuk deretan calon komisioner KPK.
Dalam paparannya, Ia menunjukkan data jumlah korupsi selama orde reformasi. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tercatat “27 Gubernur/Wali Kota serta bupati terlibat tindak korupsi, 431 anggota DPRD Provinsi dari total 2008 anggota. 2553 Anggota DPRD Kota/ Kabupaten juga ikut terlibat kasus tindak korupsi dari total 16.267 anggota. 290 KDH terlibat korupsi, 20 Gubernur, 7 Wakil Gubernur, 156 Bupoati, 46 Wakil Bupati, 41 walikota, 20 wakil Wali Kota, dari jumlah tersebut 92 orang berstatus saksi, 176 berstatus tersangka, 22 orang berstatus saksi dan sekaligus sebagai tersangka. Sedangkan di tingkat Pendidikan ada 147master , 27 Doktor, 199 Strata satu, 4SMA.
Bedanya korupsi sekarang dengan dulu, kata Luthfi, yaitu jika dulu korupsi dilakukan secara terkontrol dan hanya orang terbatas saja. Sedangkan saat ini korupsi dilakukan secara bersama, secara terbuka dan melembaga bahkan seolah-olah dipayungi lembaga yang ada.
Diakhir materinya, Ketua Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang itu berpesan kepada mahasiswa IAI Pangeran Diponegoro. Pertama, mahasiswa jangan tuna politik, sebagai akademisi atau bahkan aktifis harus peka terhadap situasi politik yang selalu dinamis. Kedua, pentingnya politik keadaban yakni menggunakan politik sebagai sarana untuk perbaikan bukan sebagai perusakan. Ketiga, mahasiswa beserta civitas akademika dapat memengaruhi kebijakan politik atau publik di segala level/jenjang.
“Mahasiswa jangan mengurus konflik yang kecil-kecil, fokuslah pada situasi yang lebih besar. Karena jika hanya paham konflik kecil maka akan mudah diadu domba,” tegas ketua Pengawas Etik Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) Jatim tersebut.
Selain Dr. Luthfi Jayadi Kurniawan, empat narasumber kompeten juga dihadirkan untuk memberikan wawasan tentang pendidikan anti korupsi dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yaitu Dr. H. Mashudi, M.Pd.I (IAIN Tulungagung), Agus Tohawi, MH., M.Sy (Dekan FSEI IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk), Dr. Agus Eko Sujianto, SE. MM (Asosiasi Ekonomi Syariah Indonesia), dan Dr. Suhartono, M.Pd. (Dosen Pascasarjana IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk).
Mahasiswa terlihat sangat antusias mengikuti seminar nasional akhir tahun ini. Selain ruang Aula yang berkapasitas 800 itu penuh juga banyak pertanyaan yang terlontar dari peserta terkait dengan materi yang disampaikan oleh para narasumber.
Tinggalkan Komentar